Peluang Usaha

Sabtu, 05 Oktober 2013

MORAL PEJABAT DI TITIK NADIR, ATAP HUKUM RUNTUH


 Oleh: Mohamad Salafudin, S.HI

             Sering sekali kita mendengar ucapan-ucapan dari para elit penegak hukum bahwa “tegakan hukum, sekalipun langit runtuh” walaupun pada kenyataanya tidak demikian, ditetapkanya ketua Mahkamah Konstitusi Aqil Mochtar sebagai orang yang diduga menerima suap uang miliaran rupiah menandakan bahwa sebenarnya kemiskinan atau kefakiran pejabat yang membuat mereka menjadi tergoda untuk mengumpulkan lembaran dollar.
            Jika dilihat dari segi jabatan, para pemangku lembaga tinggi negara baik itu MK, MA, DPR, MPR, Mentri  dan Presiden tidaklah kekurangan dari segi materi dan kekuasaan, orang jawa mengatakan “ora kurang”  pertanyaanya adalah kalau memang mereka tidak kekurangan untuk apa mereka KKN?
            Ini adalah pertanyaan besar yang harus dicermati, diteliti dan dicari jawabnya untuk dapat menyelesaikan pertanyaan besar di atas ada beberapa analisis yang bisa saya bangun atas perilaku pejabat yang menyimpang tersebut.
            Yang pertama adalah tuntutan publik yang besar atas jabtan yang di emban nya, sebagi contoh seorang anggota DPR ketika reses turun kebawah menemui konstituen nya sering sekali dimintai bantuan yang real dalam bentuk rupiah atau pembangunan fasilitas umum dengan dana yang cukup besar, sementara income yang didapat dari anggota DPR terlalu sedikit belum lagi urunan keanggotaan partai yang membawanya menjadi anggota dewan, namun bukan berarti saya menyarankan agar gaji anggota DPR itu selangit, tidak !!! karena sebenarnya rakyat hanya ingin kesejahteraan yang merata yang suara nya diwakilkan oleh anggota dewan yang terhormat, akan tetapi sudah menjadi rahasia umum banyak yang tidak pro aktif dan peka dalam membawa suara konstituennya dan diperparah dengan sikap mental yang banyak bicara sedikit bekerja, bolos sidang titip absen, diam, tidur saat sidang berlangsung, perilaku inilah yang konon katanya DPR itu lebih lucu dari lawakan srimulat.
            Kemudian kedua yaitu Perasaan tidak enak dengan sesama kerabat ataupun keluarga, dengan dibangunnya sistem demokrasi terbuka seperti di indonesia ini banyak sekali pejabat-pejabat yang memimpin lembaga tinggi negara dulu nya adalah orang-orang yang dengan keterbatasan ekonomi, namun dengan semangat dan kegigihanya berhasil menduduki jabtan tertentu, tidak seperti zaman orba yang serba tunjuk dan tertutup.  Ini juga menurut saya bisa menjadi pemicu seseorang melakukan perilaku KKN, kenapa demikian kedekatan seseorang bisa saja mempengaruhi orang lain karena pernah memiliki sejarah hidup yang sama, tentu saja ketika salah satu sukses maka akan berusaha mensukseskan sohibnya itu.
            Ketiga adalah moralitas dan leadership yang lemah, ini yang saya katakan sebagai moral pejabat di titik nadir, sepertinya moralitas minta imbalan atas sesuatu yang dikerjakan tidak hanya terjadi di elit namun juga menyeluruh disetip lini dan pekerjaan di indonesia, seorang kuli saja yang sudah digaji oleh bos nya dengan gaji yang cukup ketika melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dan kewajibanya masih meminta imbalan, ini suatu bukti bahwa budaya semacam ini sangat sulit untuk dihilangkan, bayangkan saja untuk sebuah pekerjaan yang kecil saja meminta imbalan apalagi yang ada kaitanya dengan kekuasaan.
            Dari ketiga analisis perilaku menyimpang elit pejabat di indonesia yang dipaparkan diatas memang sepele dan sangat sederhana, namun kita sadari bahwa efeknya sangat besar ketika nantinya memimpin lembaga yang memiliki kekuasaan, seperti yang di katakan ketua KPK Bambang Wijoyanto bahwa dimanapun ada power disitulah potensi perilaku korupsi terjadi, rasanya apa yang menimpa lembaga Konstitusi kita adalah tamparan yang pedas. Tidak menutup kemungkinan bahwa perkara-perkara yang selama ini diputus MK yang bersifat final dan mengikat akan di tinjau ulang oleh pihak-pihak yang dulu bersengketa dan kalah, hal ini bisa saja masyarakat menjadi tidak percaya dengan produk-produk yang dihasilkan oleh para orang-orang pintar. Sampai disini dulu lain kali dilanjut dengan solusi untuk menghilangkan budaya minta imbalan. Merdeka..!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar