Oleh: Mohamad Salafudin, S.HI
Sering
sekali kita mendengar ucapan-ucapan dari para elit penegak hukum bahwa “tegakan
hukum, sekalipun langit runtuh” walaupun pada kenyataanya tidak demikian,
ditetapkanya ketua Mahkamah Konstitusi Aqil Mochtar sebagai orang yang diduga
menerima suap uang miliaran rupiah menandakan bahwa sebenarnya kemiskinan atau
kefakiran pejabat yang membuat mereka menjadi tergoda untuk mengumpulkan
lembaran dollar.
Jika dilihat dari segi jabatan, para
pemangku lembaga tinggi negara baik itu MK, MA, DPR, MPR, Mentri dan Presiden tidaklah kekurangan dari segi
materi dan kekuasaan, orang jawa mengatakan “ora
kurang” pertanyaanya adalah kalau
memang mereka tidak kekurangan untuk apa mereka KKN?
Ini adalah pertanyaan besar yang
harus dicermati, diteliti dan dicari jawabnya untuk dapat menyelesaikan
pertanyaan besar di atas ada beberapa analisis yang bisa saya bangun atas
perilaku pejabat yang menyimpang tersebut.
Yang pertama adalah tuntutan publik
yang besar atas jabtan yang di emban nya, sebagi contoh seorang anggota DPR
ketika reses turun kebawah menemui konstituen nya sering sekali dimintai
bantuan yang real dalam bentuk rupiah atau pembangunan fasilitas umum dengan
dana yang cukup besar, sementara income yang didapat dari anggota DPR terlalu
sedikit belum lagi urunan keanggotaan partai yang membawanya menjadi anggota
dewan, namun bukan berarti saya menyarankan agar gaji anggota DPR itu selangit,
tidak !!! karena sebenarnya rakyat hanya ingin kesejahteraan yang merata yang
suara nya diwakilkan oleh anggota dewan yang terhormat, akan tetapi sudah
menjadi rahasia umum banyak yang tidak pro aktif dan peka dalam membawa suara
konstituennya dan diperparah dengan sikap mental yang banyak bicara sedikit
bekerja, bolos sidang titip absen, diam, tidur saat sidang berlangsung,
perilaku inilah yang konon katanya DPR itu lebih lucu dari lawakan srimulat.
Kemudian kedua yaitu Perasaan tidak
enak dengan sesama kerabat ataupun keluarga, dengan dibangunnya sistem
demokrasi terbuka seperti di indonesia ini banyak sekali pejabat-pejabat yang
memimpin lembaga tinggi negara dulu nya adalah orang-orang yang dengan
keterbatasan ekonomi, namun dengan semangat dan kegigihanya berhasil menduduki
jabtan tertentu, tidak seperti zaman orba yang serba tunjuk dan tertutup. Ini juga menurut saya bisa menjadi pemicu
seseorang melakukan perilaku KKN, kenapa demikian kedekatan seseorang bisa saja
mempengaruhi orang lain karena pernah memiliki sejarah hidup yang sama, tentu
saja ketika salah satu sukses maka akan berusaha mensukseskan sohibnya itu.
Ketiga adalah moralitas dan
leadership yang lemah, ini yang saya katakan sebagai moral pejabat di titik
nadir, sepertinya moralitas minta imbalan atas sesuatu yang dikerjakan tidak
hanya terjadi di elit namun juga menyeluruh disetip lini dan pekerjaan di
indonesia, seorang kuli saja yang sudah digaji oleh bos nya dengan gaji yang
cukup ketika melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dan kewajibanya
masih meminta imbalan, ini suatu bukti bahwa budaya semacam ini sangat sulit
untuk dihilangkan, bayangkan saja untuk sebuah pekerjaan yang kecil saja
meminta imbalan apalagi yang ada kaitanya dengan kekuasaan.
Dari ketiga analisis perilaku
menyimpang elit pejabat di indonesia yang dipaparkan diatas memang sepele dan
sangat sederhana, namun kita sadari bahwa efeknya sangat besar ketika nantinya
memimpin lembaga yang memiliki kekuasaan, seperti yang di katakan ketua KPK
Bambang Wijoyanto bahwa dimanapun ada power disitulah potensi perilaku korupsi
terjadi, rasanya apa yang menimpa lembaga Konstitusi kita adalah tamparan yang
pedas. Tidak menutup kemungkinan bahwa perkara-perkara yang selama ini diputus
MK yang bersifat final dan mengikat akan di tinjau ulang oleh pihak-pihak yang
dulu bersengketa dan kalah, hal ini bisa saja masyarakat menjadi tidak percaya
dengan produk-produk yang dihasilkan oleh para orang-orang pintar. Sampai disini
dulu lain kali dilanjut dengan solusi untuk menghilangkan budaya minta imbalan.
Merdeka..!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar